
Gunung Bromo.
Have Seat Will Travel – Gunung Bromo. Mendengar namanya saja, yang terlintas adalah lautan pasir, siluet gagah Gunung Semeru, dan momen matahari terbit yang melegenda. Namun, jika kita menyelami lebih dalam, Bromo ternyata menawarkan jauh lebih dari sekadar keindahan alam.
Di balik panorama alamnya yang memukau, kawasan Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, adalah ruang hidup yang sarat makna. Tempat ini menyimpan cerita turun-temurun, tradisi yang kuat, dan filosofi hidup dari masyarakat Suku Tengger yang menjaganya. Inilah esensi sebenarnya dari Wisata Bromo Cerita Hidup.
Bagi kebanyakan wisatawan, pengalaman wajib di Bromo adalah menyambut pagi di Penanjakan. Titik pandang ini memang menawarkan pemandangan terbitnya matahari yang tak tertandingi. Para pelancong rela datang sejak dini hari, menanti cahaya pertama menyinari lautan pasir, dengan Gunung Semeru yang tampak berdiri tegak di kejauhan.
Lebih dari sekadar bidikan kamera yang sempurna, momen ini ternyata memiliki manfaat yang jauh lebih dalam. Menurut studi dari Journal of Environmental Psychology pada tahun 2023, menyaksikan sunrise atau sunset dapat memicu sensasi kekaguman (awe). Sensasi ini dipercaya mampu meningkatkan suasana hati yang baik, memperbaiki perilaku sosial, dan menyehatkan mental.
Jadi, perjalanan untuk menyaksikan matahari terbit di Bromo bukan hanya memanjakan mata, tetapi juga memberikan ketenangan dan Wisata Bromo Cerita Hidup yang menyejukkan batin.
Pengalaman Bromo tidak akan lengkap tanpa mencicipi keunikan kuliner yang diwariskan oleh masyarakat Tengger. Hidangan khas ini tidak hanya lezat, tetapi juga berfungsi sebagai penghangat tubuh di udara pegunungan yang dingin.
Salah satu menu yang wajib dicoba adalah Nasi Aron.
Nasi tradisional ini dibuat dari jagung putih yang dibudidayakan di lahan sekitar Bromo. Sekilas mirip nasi putih biasa, tetapi Nasi Aron memiliki rasa gurih yang khas, membuat Anda kenyang lebih lama, dan uniknya, tidak mudah basi. Biasanya, hidangan ini disajikan bersama sayur daun ranti, lauk sederhana, dan sambal terasi yang pedas nikmat.
Selain itu, ada juga Iga Pasir Bromo. Jangan terkecoh dengan namanya; makanan ini sama sekali tidak mengandung pasir. Disebut demikian karena proses memasaknya menggunakan pasir panas sebagai media pemanas. Teknik memasak ini membuat daging iga menjadi sangat empuk dan bumbunya meresap sempurna. Cita rasa manis pedas menjadikannya pendamping sempurna di tengah dinginnya udara Bromo.
“Simak juga: Sejarah Baru! PLN Electric Run 2025 Jadi Event Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia”
Puncak dari pengalaman Wisata Bromo Cerita Hidup adalah ketika kita berkesempatan menyaksikan atau mengenal dekat kehidupan budaya masyarakat Suku Tengger. Di tengah lanskap pegunungan yang keras, tradisi lokal menjadi penanda eksistensi yang kuat.
Tradisi utama yang masih lestari adalah Upacara Yadnya Kasada atau Kasada. Ritual adat tahunan ini merupakan wujud penghormatan kepada leluhur dan permohonan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) atas keselamatan dan hasil bumi yang melimpah.
Upacara ini dilaksanakan setiap tahun, dan prosesinya sangat sakral. Masyarakat Tengger berbondong-bondong menuju Pura Luhur Poten dan kawah Gunung Bromo. Mereka membawa sesaji berupa hasil pertanian dan ternak, yang kemudian dilarung (dilemparkan) ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan dan rasa syukur, sekaligus mengenang pengorbanan Raden Kusuma dalam legenda mereka.
Yadnya Kasada bukanlah sekadar ritual keagamaan, melainkan warisan budaya yang berfungsi mempererat hubungan antarwarga. Upacara ini mengingatkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan kepercayaan. Inilah yang menjadikan Bromo lebih dari sekadar pemandangan, tetapi sebuah pelajaran tentang kehidupan dan ketaatan tradisi.
Artikel ini bersumber dari kompas dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di haveseatwilltravel
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa