Have Seat Will Travel – Watu Ireng adalah sebuah bukit batu besar berwarna hitam yang terletak di Desa Lambur Kecamatan Kandangserang Kabupaten Pekalongan. Lokasinya berada di lereng Gunung Rogojembangan dan menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi oleh warga lokal maupun wisatawan luar daerah. Bukit ini terkenal karena bentang alamnya yang unik berupa hamparan batu hitam seluas lebih dari dua hektar. Meskipun tampak memukau, Watu Ireng juga dikenal sebagai tempat yang menyimpan cerita mistis dan legenda lokal. Di kalangan masyarakat sekitar, kisah tentang asal-usul bukit ini telah diceritakan turun-temurun. Legenda tersebut tidak hanya mengangkat keindahan alam semata tetapi juga memberikan pelajaran moral dan nilai budaya yang diwariskan secara lisan. Oleh sebab itu, siapa pun yang datang ke Watu Ireng tidak hanya diajak menikmati panorama tetapi juga merenungi cerita rakyat yang melekat erat di balik keindahannya.
Cerita rakyat tentang Watu Ireng dimulai dari kisah cinta dua remaja bernama Jaka dan Dewi Ajeng. Mereka berasal dari latar belakang berbeda Jaka adalah anak seorang pembantu dan Dewi Ajeng merupakan putri dari saudagar kaya di desa. Karena sering bermain sejak kecil, hubungan mereka tumbuh menjadi rasa saling mencintai. Namun perbedaan status sosial membuat cinta mereka menjadi rahasia yang dijaga erat. Kakak Dewi Ajeng yang bernama Rakuti mencurigai hubungan tersebut dan mengadukannya kepada ayah mereka. Sang saudagar awalnya tidak percaya dan hanya menertawakan kabar itu. Namun Rakuti yang juga menyimpan rasa pada Jaka kemudian merancang jebakan agar hubungan mereka bisa terbongkar. Pada suatu malam Jaka dan Dewi Ajeng bertemu diam-diam di belakang rumah. Saat itulah Rakuti membawa ayahnya untuk memergoki mereka. Saudagar murka dan menghina Jaka serta ibunya yang telah tiada. Perkataan kasar itu melukai hati Jaka dan membuatnya pergi tanpa bekal ke hutan yang berada di lereng gunung.
Jaka melangkah sendirian ke dalam hutan tanpa tujuan pasti hingga akhirnya ia merasa kelelahan. Ia pun beristirahat di bawah pohon mangga dan memakan buah yang ada di sana. Setelah merasa cukup, Jaka tertidur dan bermimpi bertemu sosok kakek berjubah putih dengan jenggot panjang. Dalam mimpinya sang kakek menyampaikan bahwa Jaka akan menjadi kaya jika mengikuti arahannya. Jaka diperintahkan untuk pergi ke arah barat hingga menemukan bukit batu hitam. Di dalam bukit tersebut terdapat harta karun yang sangat melimpah. Namun sang kakek memberi peringatan bahwa jika Jaka mendengar suara gamelan ia harus segera keluar. Ketika terbangun Jaka merasa mimpinya sangat nyata dan segera berangkat menuju arah yang ditunjukkan. Sesampainya di sebuah bukit batu besar berwarna hitam Jaka langsung mencari jalan masuk ke dalamnya. Ia menemukan peti berisi emas dan permata serta seperangkat gamelan seperti dalam mimpinya. Saat suara gamelan mulai terdengar Jaka segera keluar dan menyelamatkan diri dengan membawa emas secukupnya.
“Simak juga: Elegan dan Gahar! Google Pixel 10 Pro Fold Siap Meluncur, Ini Bocoran Gila-Gilaannya!”
Jaka menggunakan harta yang didapat dengan bijak. Ia membangun rumah dan rajin bersedekah kepada tetangga sehingga menjadi perbincangan masyarakat. Kabar tentang perubahan nasib Jaka sampai ke telinga ayah Dewi Ajeng yang kemudian membuat sayembara untuk mencari suami bagi putrinya. Syaratnya adalah membawa emas dan permata terbanyak sebagai mahar. Jaka ikut serta dalam sayembara dan berhasil menang. Namun sang saudagar belum puas. Ia meminta Jaka memberitahu dari mana sumber kekayaannya. Karena cintanya pada Dewi Ajeng Jaka setuju dan mengajak calon mertuanya ke bukit Watu Ireng. Ia memperingatkan soal suara gamelan yang menjadi tanda bahaya. Ketika mereka masuk ke dalam bukit sang saudagar langsung kalap mengambil emas tanpa mengindahkan peringatan. Saat suara gamelan terdengar pintu perlahan tertutup. Jaka keluar tepat waktu tetapi saudagar tertinggal karena terus mengumpulkan harta. Ia akhirnya terjebak di dalam bukit untuk selamanya. Hingga kini warga percaya suara dengungan di bukit berasal dari saudagar yang meminta tolong.
Cerita tentang Watu Ireng tidak hanya dianggap legenda tetapi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kandangserang hingga kini. Bukit ini tidak hanya dikunjungi karena keindahan alamnya tetapi juga karena kisah mistis yang melekat di dalamnya. Masyarakat percaya bahwa bila seseorang menghentakkan kaki di atas batu besar itu akan terdengar suara gaib seperti dengungan. Suara tersebut diyakini berasal dari jeritan sang saudagar yang terkunci di dalam bukit karena keserakahannya. Kisah ini menjadi pengingat bahwa cinta dan kejujuran akan selalu menemukan jalannya sementara keserakahan akan berujung pada kehancuran. Dewi Ajeng dan Jaka akhirnya tetap menikah dan membangun rumah tangga yang harmonis di desa mereka. Kisah ini telah diceritakan dari generasi ke generasi sebagai warisan lisan yang memperkuat identitas budaya masyarakat Pekalongan. Watu Ireng kini menjadi simbol dari perpaduan alam dan cerita rakyat yang kaya makna. Dengan demikian tempat ini tetap relevan bagi wisatawan maupun warga lokal.