Have Seat Will Travel – Eksplorasi Gunung Seulawah Agam selalu menghadirkan pengalaman yang menakjubkan. Gunung ini terletak di Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Puncaknya berada di ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut. Keindahan alamnya masih sangat alami dan belum terjamah pembangunan. Udara bersih, suara burung, dan rindangnya pepohonan menemani sepanjang perjalanan. Sampah plastik tidak ditemukan di sepanjang jalur pendakian. Gunung ini dikenal juga sebagai Solawa Agam, Selawadjanten, dan Goldberb. Jalur pendakiannya panjang namun menenangkan hati. Waktu tempuhnya sekitar sembilan jam dari titik awal pendakian. Pendaki akan merasa puas saat berdiri di puncaknya.
Seulawah Agam terbentuk akibat aktivitas geologi bawah bumi. Lempeng Indo-Australia menghujam lempeng Eurasia dan menyebabkan peleburan kerak. Magma terbentuk dari peleburan tersebut dan akhirnya menciptakan gunung berapi ini. Gunung ini merupakan bagian dari deretan Bukit Barisan di Sumatera. Aktivitas vulkaniknya tercatat stabil dan jarang meletus. Nama Seulawah Agam berasal dari bahasa Gayo dan Aceh. Sebutan ini digunakan masyarakat setempat secara turun-temurun. Proses pembentukan gunung ini berlangsung ribuan tahun. Saat ini, gunung digunakan sebagai lokasi pendakian dan penelitian alam.
“Baca juga: Panduan Lengkap Wisata ke Danau Linow: Tiket Masuk, Fasilitas, dan Tips Hemat”
Pendakian bisa dimulai dari Desa Saree di Aceh Besar. Waktu terbaik untuk memulai adalah pukul 07.00 pagi. Pendaki bisa beristirahat cukup dan tidak kemalaman di hutan. Suhu udara berkisar antara 19 hingga 25 derajat Celcius. Pendakian bisa dilakukan oleh pemula maupun pendaki berpengalaman. Kemiringan jalur paling ekstrem hanya 70 derajat. Jalur tersebut hanya sepanjang kurang dari 500 meter. Rute ini lebih ringan dibandingkan Gunung Burni Telong dan Peut Sagoe. Gunung ini sering didaki oleh mahasiswa pecinta alam. Mereka belum dianggap pendaki sejati jika belum ke puncak Seulawah.
Setelah berjalan beberapa jam, pendaki akan memasuki Pintu Rimba. Di sini pohon-pohon besar tumbuh lurus dan tinggi. Tanah basah dan berlumut harus dilewati selama sekitar tiga jam. Suasana sejuk dan hening membuat pikiran terasa damai. Setelah itu, pendaki akan tiba di Pintu Angin yang legendaris. Lokasi ini menyuguhkan pemandangan hutan hijau yang memikat. Pohon-pohon unik berdiri kokoh di sepanjang jalur. Tempat ini sering dijadikan lokasi foto dan istirahat. Angin sejuk bertiup dari balik barisan bukit dan lembah.
“Simak juga: Pertanian Vertikal dengan Tanah: Solusi Cerdas untuk Lahan Terbatas”
Dari Pintu Angin, medan pendakian mulai menanjak tajam. Pendaki akan mencapai kawasan Beringin Tujuh yang mistis. Terdapat tujuh pohon beringin tua berusia ratusan tahun. Lokasi ini diselimuti kabut dan suasananya sangat tenang. Setelah itu, jalur menuju Batu Gajah akan dilewati. Nama tempat ini berasal dari pohon yang menyerupai belalai gajah. Lumut menutupi batang pohon dan menciptakan bentuk unik. Kawasan ini menjadi pertanda bahwa puncak semakin dekat. Suhu mulai turun dan kabut semakin tebal.
Tugu bertuliskan P.137 akan terlihat di puncak gunung. Di sinilah puncak Seulawah Agam berada dengan segala keindahannya. Suasana sangat sunyi dan jauh dari hiruk-pikuk kota. Alam terasa begitu damai dan menyatu dengan jiwa pendaki. Pemandangan matahari terbit bisa dinikmati jika bermalam. Tenda bisa didirikan di area puncak yang cukup datar. Langit malam menampakkan bintang-bintang dengan jelas. Suhu di malam hari bisa turun hingga belasan derajat.
Syahrol Rizal, pendaki asal Aceh, telah lebih 30 kali mendaki gunung ini. Ia tidak pernah bosan dan selalu ingin kembali. Seulawah Agam dianggapnya seperti rumah kedua di atas awan. Ia sering menemani wisatawan, bahkan sesi foto prewedding dilakukan. Alam yang indah dan udara sejuk membuat semua terasa sempurna. Umar, pendaki pemula, juga merasakan hal serupa. Rasa lelah hilang saat menginjakkan kaki di puncak. Umar ingin kembali mendaki meski baru sekali melakukannya. Gunung ini memberi pengalaman spiritual sekaligus petualangan tak terlupakan.