Have Seat Will Travel – Dedi Mulyadi Bongkar Hibisc Fantasy Puncak, sebuah keputusan yang mengejutkan banyak pihak, terutama setelah tempat wisata ini baru dibuka pada Desember 2024. Pada Kamis (6/3/2025), Gubernur Jawa Barat tersebut menginstruksikan pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak karena dianggap menimbulkan masalah lingkungan. Meskipun tempat ini dibangun oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), anak perusahaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dedi menegaskan bahwa tindakan tersebut penting untuk memberikan contoh kepada publik. Keputusan ini mencerminkan komitmen Dedi Mulyadi terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik, sekaligus menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi pelanggaran, bahkan jika itu melibatkan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah).
Hibisc Fantasy Puncak terletak di Tugu Selatan, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Tempat wisata ini dibuka pada 11 Desember 2024, dengan berbagai wahana seperti Bianglala, Flying Bee, Kora-kora, Istana Balon, Kolam Renang, dan Rumah Hantu. Harga tiket masuk berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp 90.000 per orang, tergantung jenis tiket yang dipilih. Dengan banyaknya pilihan wahana dan fasilitas, Hibisc Fantasy Puncak segera menjadi daya tarik wisata di kawasan Puncak. Namun, meskipun baru beroperasi, tempat wisata ini langsung mendapat masalah terkait izin dan dampaknya terhadap lingkungan.
“Baca juga: Pesona Alam Kepulauan Derawan Menarik Perhatian Wisatawan Dunia”
Tak lama setelah dibuka, Hibisc Fantasy Puncak menerima teguran keras dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Pada 12 Desember 2024, sehari setelah dibuka, objek wisata ini disegel karena diduga tidak mematuhi izin operasional yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, pihak pengelola tetap membuka tempat wisata tersebut, dengan alasan bahwa penyegelan hanya berlaku untuk sebagian wahana dan tidak menghentikan operasional sepenuhnya. Menurut pengelola, Hibisc Fantasy Puncak telah memenuhi seluruh aturan yang ditetapkan oleh Pemkab Bogor. Namun, ini bukan satu-satunya masalah yang muncul.
Salah satu alasan utama dibalik pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak adalah dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tempat wisata ini. Dedi Mulyadi menyebut bahwa tempat wisata tersebut telah mengubah fungsi lahan yang semula digunakan untuk resapan air dan kebun. Penggunaan lahan yang lebih besar dari yang diizinkan, sekitar 15.000 meter persegi, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai berkurangnya kapasitas resapan air dan potensi terjadinya bencana alam, seperti banjir. Selain itu, Dedi juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa keputusan pembongkaran ini adalah bagian dari komitmennya untuk memberikan contoh kepada masyarakat. Menurutnya, meskipun Hibisc Fantasy Puncak adalah milik PT BUMD Provinsi Jawa Barat, pelanggaran terhadap regulasi lingkungan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dedi menekankan bahwa semua pihak, termasuk lembaga bisnis milik pemerintah, harus mengikuti aturan yang berlaku untuk menjaga kelestarian lingkungan. Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah harus menjadi contoh yang baik dalam menjaga keberlanjutan dan mematuhi ketentuan yang ada.
“Simak juga: Frank Russell Campground: Destinasi Berkemah Populer di Sekitar Mark Twain Lake”
Keputusan ini langsung menuai reaksi beragam dari warganet. Banyak komentar di media sosial menyebutkan bahwa Hibisc Fantasy Puncak adalah salah satu faktor yang menyebabkan banjir di kawasan Puncak. Kritik ini semakin intens setelah melihat foto-foto banjir yang terjadi di sekitar lokasi. Beberapa warganet mengingatkan bahwa perubahan fungsi lahan dapat merusak sistem resapan air yang penting untuk mencegah bencana alam. Kritik dari masyarakat semakin memperburuk citra tempat wisata ini, terutama ketika pengelola dianggap tidak mematuhi aturan dan mencoba melanjutkan operasional meskipun sudah disegel.
Menanggapi keputusan pembongkaran, Direktur PT Jaswita Lestari Jaya, Angga Kusnan, menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi besar-besaran. Menurutnya, pengelola akan melakukan kajian ulang agar tempat wisata ini dapat beroperasi tanpa merusak lingkungan. Angga Kusnan juga mengungkapkan bahwa PT JLJ akan lebih berhati-hati dalam merancang objek wisata ke depan dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan dalam setiap perencanaan yang dilakukan.
Selain dampak lingkungan, masalah izin lahan juga menjadi sorotan dalam pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak. Awalnya, PT JLJ hanya mengajukan izin pembangunan untuk lahan seluas 4.800 meter persegi, namun pada kenyataannya, mereka mengembangkan lahan tersebut hingga mencapai 15.000 meter persegi. Hal ini menyebabkan sekitar 11.000 meter persegi lahan Hibisc Fantasy Puncak tidak memiliki izin yang sah. Masalah ini semakin memperburuk citra objek wisata ini, karena pengelola tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Keputusan Dedi Mulyadi Bongkar Hibisc Fantasy Puncak menunjukkan pentingnya pengelolaan tempat wisata yang berkelanjutan dan mematuhi regulasi yang ada. Skenario ini juga mengingatkan kita bahwa pembangunan infrastruktur dan objek wisata harus memperhatikan aspek lingkungan dan izin yang sah. Meskipun tempat wisata ini terbilang baru, namun masalah yang timbul memberi pelajaran berharga tentang pentingnya perencanaan yang matang dan pemantauan yang ketat terhadap dampak lingkungan.